Jumat, 28 Februari 2014

Batuan Beku : Produk Evolusi Magma

Tidak hanya makhluk hidup saja yang mengalami evolusi atau perubahan. Magma pun mengalami hal yang sama. Sejak awal pembentukkan, magma terus mengalami perjalanan yang cukup panjang. Perjalanan tersebut menyebabkan perubahan magma baik dari segi komposisi, bentuk, maupun kedalamannya. 

Magma didefinisikan sebagai cairan silikat pijar yang terbentuk dari lelehan batuan, bersama dengan butiran-butiran mineral  dan larutan gas-gas, yang terbentuk akibat kenaikan suhu dan terjadi peleburan pada selubung atau kerak bumi. Magma memiliki termperatur lebih dari 1200C. Kandungan unsur utama dalam magma adalah silikat, umumnya Si, O, Al, elemen-elemen alkali, earth alkaline, dan Fe, bersama dengan sedikit elemen-elemen lain termasuk komponen volatil seperti  CO2, H2O, F, Cl, S, P.

Lalu bagaimana magma tersebut bisa terbentuk?

Proses pembentukkan magma sangat erat kaitannya dengan proses tektonik lempeng seperti yang telah dijelaskan di tulisan sebelumnya. Proses tektonik ini menghasilkan “jalan” bagi magma untuk keluar. Namun pada awal pembentukkannya, magma berasal dari perubahan panas sehingga dapat meleburkan batuan yang ada di  kerak bumi. Proses peleburan ini bisa terjadi pada dua setting tektonik. Yang pertama, magma terbentuk di daerah pemekaran samudra atau dikenal sebagai ­mid oceanic ridge. Pada zona ini, magma terbentuk dari pernurunan tekanan di dekat astenosfer sehingga menyebabkan batuan melebur dan membentuk magma (a). Yang kedua, magma terbentuk di zona penunjaman atau zona subduksi. Pada zona ini, proses penunjaman kerak samudra ke dalam kerak benua mennyebabkan perubahan gradien geotermal. Perubahan ini dipengaruhi oleh kandungan air yang ikut terbawa ke dalam proses ini atau sering disebut dengan istilah dehydrate metamorphism. Proses ini akan menyebabkan peleburan kerak dan membentuk magma (b).

Proses Pembentukkan Magma
Proses Pembentukkan Magma
Magma juga memiliki jenis menurut komposisinya, yaitu magma basa, magma intermediet, dan magma asam. Magma basa (basaltic magma) merupakan magma dengan kandungan SiO2 sekitar 50% dengan suhu antara 9000 – 12000C. Magma ini memilki viskositan (kekentalan) yang rendah sehingga memiliki kemampuan untuk mengalir. Magma asam (rhyolitic magma) merupakan magma dengan kandungan SiO2 sekitar 70% dengan suhu antara krang dari 8000C. Viskositas magma ini lebih rendah dari magma basa sehingga kemampuan untuk mengalir juga rendah. Sedangkan magma intermediet (intermediate mgama) merupakan magma dengan komposisi di antara magma asam dan basa. Jenis magma ini bisa berbeda karena perbedaan lokasi terbentuknya ataupun karena perbedaan jenis batuan asalnya.

Setelah mengalami perjalanan yang cukup panjang, kemudian magma bisa membeku dan membentuk suatu batuan. Batuan yang terbentuk dari proses pembekuan magma inilah yang disebut sebagai batuan beku. Karena proses pembekuan magma bisa terjadi di dalam maupun di luar permukaan bumi, maka jenis  batuan beku pun dibagi menjadi 2 jenis, yaitu batuan beku luar dan batuan beku dalam. Batuan beku luar atau sering disebut batuan beku ekstrusif merupakan batuan beku yang terbentuk di luar permukaan bumi. Umumnya batuan ini terbentuk dari proses vulkanisme gunung berapi. Saat gunung api meletus, magma keluar ke permukaan bumi yang kita kenal dengan sebutan lava. Lava ini kemudian membeku secara cepat di permukaan bumi sehingga menghasilkan tekstur yang halus pada permukaan batuan tersebut. Tekstur ini dinamakan tekstur afanitik. Contoh batuan jenis ini adalah andesit dan basalt. Kemudian batuan beku yang terbentuk di dalam permukaan bumi sering disebut sebagai batuan beku intrusif. Batuan ini terbentuk saat magma mengalami penerobosan pada lapisan batuan di atasnya atau dikenal dengan proses intrusi. Proses ini dibarengi dengan pembekuan magma yang lambat di dalam permukaan bumi. Karena proses yang sangat lambat makan mineral dalam magma memiliki cukup waktu untuk menghasilkan bentuk Kristal yang sempurna sehingga batuan yang dihasilkan pun juga tersusun atas mineral-mineral yang kasat mata. Tekstur seperti ini dinamakan tekstur fanerik. Contoh batuan jenis ini antara lain diorit dan granit. Jenis batuuan beku dan kandungan mineral penyusunnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel Klasifikasi Batuan Beku
Tabel Klasifikasi Batuan Beku
Macam bentuk dan ukuran magma yang membeku di dalam bumi sangat bervariasi. Ada yang sejajar dengan lapisan batuan atau disebut sill. Ada yang memotong perlapisan dan disebut dyke. Ada yang berukuran cukup besar dan disebut stock. Dan yang berukuran paling besar disebut sebagai batholith. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Macam Bentuk Batuan Beku Dalam
Macam Bentuk Batuan Beku Dalam
Sekian dulu pembelajaran tentang batuan yang hanya sekitar 2% dari jumlah keseluruhan jenis batuan yang ada di bumi ini. Pada lain kesempatan akan ada tulisan  mengenai jenis batuan jenis lainnya atau mungkin akan ada penjelasan lebih detail mengenai contoh batuan jenis ini.
Ada pertanyaan? Tulis di kolom komentar. Terima kasih.

Rabu, 26 Februari 2014

Mineral : ‘Sel’ Penyusun Batuan

Jika kita melihat tubuh manusia secara kasat mata, yang akan terlihat adalah kumpulan organ tubuh yang membentuk satu kesatuan kerja sehingga membentuk suatu individu bernama manusia. Jika diamati secara lebih detail, organ tersebut pun tersusun atas kumpulan bagian yang lebih kecil yang disebut sebagai sel.

Demikian pula pada batuan. Secara kasat mata pun hanya nampak sebagai suatu benda pejal yang keras. Namun, seperti tubuh manusia, batuan pun tersusun dari kumpulan material yang lebih kecil. Material penyusun batuan tersebut dinamakan mineral.

Untuk lebih jelasnya, kita lihat ilustrasi berikut.

Ilustrasi Singkapan, Batuan. dan Mineral
Ilustrasi Singkapan, Batuan. dan Mineral
Tubuh batuan yang tersingkap di alam, kita ibartakan sebagai tubuh manusia. Tubuh batuan tersebut tersusun atas satu atau lebih jenis batuan. Sama seperti tubuh manusia yang tersusun dari berbagai organ. Tubuh batuan tersebut dapat kita ambil sampel salah satu jenis batuannya atau disebut dengan hand specimen. Dari pengamatan pada hand specimen beberapa jenis batuan sebenarnya kita sudah dapat melihat material mineral penyusunnya atau dikenal dengan pengamatan makroskopis. Namun untuk memastikan secara lebih detail mengenai mineral penyusun batuan tersebut dapat dibantu dengan menggunakan mikroskop atau sering disebut pengamatan mikroskopis. Bahkan apabila ingin mengetahui apa saja komposisi kimia dalam mineral tersebut, bisa juga dilakukan analisis kimia. 

Mineral dapat didefinisikan sebagai senyawa anorganik padat yang terbentuk secara alamiah, dimana senyawa tersebut memiliki komposisi kimia tertentu serta struktur dalam yang khas pula. Namun pada beberapa mineral ada pula yang tidak memiliki struktur dalam atau dikenal dengan istilah mineraloid. Jumlah mineral yang telah disetujui oleh para ahli geologi sekitar 4000 mineral. Jumlah yang sangat banyak karena perbedaan unsur penyusun bahkan perbedaan struktur dalam dapat dikelompokkan dalam jenis mineral yang berbeda.

Untuk mengidentifikasi suatu mineral bukalah hal yang mudah. Bagi seorang ahli mineral pun terkadang cukup sulit membedakan berbagai jenis mineral. Semakin mahal dan modern peralatan yang digunakan, semakin bervariasi dan relevan hasil yang didapatkan. Namun ada beberapa sifat fisik mineral yang dapat dengan mudah diidentifikasi tanpa menggunakan peralatan mahal. Sifat fisik tersebut antara lain adalah warna, kilap, gores, bentuk kristal, belahan, pecahan, dan kekarasan. Khusus untuk kekerasan, ada beberapa mineral yang menjadi indeks kekerasan mineral yang dinyatakan dalam Skala Mohs. Ada pula beberapa barang di sekitar kita yang diajdikan pembanding dalam skala kekerasan mineral tersebut. Perbandingan kedua kekerasan itu dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Skala Mohs dan Pembandingnya
Skala Mohs dan Pembandingnya
Secara garis besar, mineral diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, antara lain :
  • Native Elements, merupakan mineral yang terbentuk pada kondisi khusus dan tidak berasosiasi dengan unsur lain. Jenis ini terdiri dari mineral logam (Cu, Pt, Au, Ag), semi-logam (As), dan non-logam (S dan C).
  • Sulfides, merupakan mineral dimana terdapat sulfur yang berikatan dengan logam. Kelompok ini umumnya memiliki daya hantar listrik dan specific gravity yang tinggi. Contohnya adalah sphalerite dan galena.
  • Sulfosalts, merupakan mineral yang jarang berasosisasi dengan aktivitas hidrortermal dan mineral sulfidA. Contohnya adalah pyragyrite dan enargyte.
  • Oxides, merupakan mineral hasil ikatan senyawa oksigen dengan logam/semi-logam dengan struktur close-packed oxygen. Contohnya adalah hematite dan cuprite.
  • Hydroxides, merupakan mineral antara senyawa logam dengan hidroksil aktif (OH). Contohnya adalah bauxite dan goethite.
  • Halides, merupakan mineral dengan senyawa halogen (F-Cl-Br-I). Contohnya adalah halite dan cryolite.
  • Carbonates, merupakan mineral karbonat yang membentukan ikatan kuat dengan logam. Contohnya adalah malachite.
Masih banyak lagi jenis mineral lain yang termasuk dalam golongan lain juga. Tulisan ini hanya membahas sebagian kecil dari jenis mineral tersebut. Jika ingin mengetahui lebih banyak mengenai jenis-jenis mineral dapat kalian baca Atlas of Minerals di perpustakaan terdekat. Karena jika ditulis disini semua, nanti perpustakaan akan semakin menipis jumlah pengunjungnya dan sebaliknya pengguna internet makin meningkat jumlahnya.

Ada pertanyaan? Tulis di kolom komentar. Terima kasih.

Selasa, 25 Februari 2014

Tektonik Lempeng, Penyebab Bumi Menjadi Dinamis

Bumi ini tidak statis. Bumi ini selalu bergerak.

Iya. Bumi berputar pada porosnya yang dikenal dengan istilah rotasi.

Atau. Bumi bergerak mengitari matahari yang disebut dengan revolusi.

Bukan. Bukan itu maksud dari tulisan ini. Pembahasan ini akan menjelaskan mengenai proses yang terjadi di dalam bumi itu sendiri. Aktivitas yang tidak bisa kita lihat namun dapat kita rasakan. Aktivitas yang bertanggung jawab atas sebagian besar keanekaragaman bentukkan alam yang telah terbentuk. Aktivitas yang tercermin dari fenomena alam yang saat ini terjadi.

Aktivitas itu dinamakan tektonik lempeng.

Sebelum menginjak ke penjelasan ilmiah mengenai tektonik lempeng, tidak ada salahnya mengetahui sejarah perkembangan teori ini. Teori awal yang digunakan untuk menjelaskan fenomena tektonik lempeng adalah Teori Pengapungan Benua (Continental Drift). Awalnya pada tahun 1858, seorang yang bernama Antonio Snider-Pelligrini menunjukan bentuk kontinen terpisah dalam bukunya yang berjudul La Creation Mysteres Devoiles. Kemudian teori tersebut pada tahun 1920-an disempurnakan oleh ahli meteorologi berkebangsaan Jerman, bernama Alfred Wegener. Beliau mengemukakan bahwa pada awalnya dunia ini hanya memiliki satu benua yang sangat besar (supercontinent) yang disebut Pangea. Benua tersebut dikelilingi oleh satu samudra yang bernama Panthalasa. Kemudian pada sekitah 100 juta tahun yang lalu mulai terjadi pemisahan benua tersebut. Namun sayangnya, beliau tidak mampu menentukan gaya apa yang menyebabkan benua tersebut terpisah secara tepat. Beliau hanya memperkirakan bahwa kombinasi antara pasang surut dan rotasi bumi yang menyebabkan pergerakkan tersebut. Pada 1950, ahli fisika Inggris, Harlod Jeffreys mematahkan pendapat Wegener. Menurut Jeffreys, gaya pasang surut terlalu lemah untuk dapat menggerakkan benua. Barulah pada tahun 1960, H.H. Hess mengusulkan teori baru yaitu teori pemekaran lantai samudra (sea floor spreading). Teori ini menjelaskan bahwa samudra merupakan hasil pemekaran akibat adanya arus konveksi pada mantel yang memungkinan terjadinya pergerakan lempeng di atasnya sehingga benua pun dapat bergerak saling memisahkan diri. Teori inilah yang kemudian berkembang menjadi teori tektonik lempeng.

Pergerakkan Bumi Pelligrini vs Wegener
Pergerakkan Bumi Pelligrini vs Wegener
Kembali ke bahasan utama mengenai tektonik lempeng. Tektonik berarti pergerakkan. Sedangkan lempeng merupakan bagian atas dari Bumi. Jadi tektonik lempeng merupakan pergerakkan dari bagian atas bumi (litosfer). Pergerakkan ini dipicu oleh arus konveksi pada bagian bumi yang lebih dalam dan bersifat lebih cair atau dinamakan astenosfer. Konveksi merupakan istilah fisika yang berarti naik dan turunnya massa fluida akibat perbedaan densitas antara dua tempat. Konveksi pada fluida merupakan sarana perpindahan panas dari suatu posisi ke posisi lainnya atau dikenal sebagai konveksi termal (thermal convection). Secara sederhana, konveksi termal bisa diibaratkan seperti air yang sedang direbus di atas kompor. Aliran panas berpindah dari api di kompor melalui proses konduksi, kemudian aliran panas tersebut mengalir ke air dan panas menyebar ke selurah bagian air tersebut. Perpindahan panas di dalam air inilah yang dinamakan perpindahan panas secara konveksi atau arus konveksi. Kejadian ini serupa dengan yang terjadi di dalam permukaan bumi dengan skala yang jauh lebih besar. Arus konveksi ini mengalami perputaran di bagian mantel bumi sehingga menyebabkan pergerakan di atas mantel tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ilustrasi di bawah ini.

Ilustrasi arus konveksi
Ilustrasi arus konveksi
Namun tidak hanya arus konveksi saja yang dapat menyebabkan lempeng bergerak. Di samping arus konveksi, ada pula daya penggerak (driving force) yang berperan. Daya tersebut yaitu, push ridge, slab pull, dan basal drag.
Batas antar lempeng tidak mengalami pergerakkan yang sama. Batas tersebut dibagi menjadi 3 jenis, yaitu divergen, konvergen, dan transform. Batas divergen merupakan lempeng-lempeng bergerak saling menjauh, pada pusat pemekaran (spreading center) material selubung naik membentuk lantai samudra baru. Batas konvergen dicirikan dengan lempeng-lempeng yang saling bertumbukkan, salah satu menyusup dibawah yang lain membentuk zona subduksi atau saling bertumbukan (collision). Sedangkan pada batas transform, lempeng saling bersinggungan tanpa merusak lempeng. Gambaran batas tersebut nampak pada gambar di bawah ini.

Batas Pergerakkan Lempeng

Apalah arti teori tanpa bukti. Well, let’s see the evidences!

Bukti Semua Benua Pernah Tergabung
Bukti Semua Benua Pernah Tergabung
Gambar 1 memperlihatkan kesamaan fosil. Fosil yang dittemukan di Pantai Timur Afrika dan Pantai Barat Amerika hampir memiliki kesamaan. Tidak mungkin hewan darat dapat menyeberangi Samudra Atlantik pada zaman itu kecuali jika dua benua tersebut pernah tergabung.

Gambar 2 memperlihatkan kesamaan jenis batuan.Tidak hanya jenis, umur batuan di kedua tempat itu pun sama. Hal tersebut menandakan bahwa batuan yang menjadi komposisi kedua benua tersebut terbentuk pada waktu yang bersamaan.

Gambar 3 memperlihatkan paleoclimate dari jenis endapan yang hampir sejajar yang juga mengindikasikan bahwa kedua benua ini pernah bersatu.

Sebenarnya masih sangat banyak yang bisa dijelaskan mengenai tektonik lempeng ini karena efek dari tektonik sampai saat ini masih bisa rasakan dampaknya secara langsung. Mau tau lebih lengkapnya? Harap bersabar menanti pembahasan selanjutnya.

Ada pertanyaan? Tulis di kolom komentar. Terima kasih.

Geologi : Tentang Bumi dan Seluruh Isinya

Pada zaman prasejarah, manusia purba sudah dapat mengetahui bagaimana mereka berburu untuk memenuhi kebutuhan primer hidupnya, yaitu makanan. Mereka berburu menggunakan alat sederhana seperti tombak dan anak panah. Mereka membuat alat tersebut dengan menggunakan bahan yang secara alamiah sudah terbentuk di alam ini. Pertanyaannya, terbentuk dari apakah alat tersebut?

Lalu, alam sekitar ini memiliki keindahan alam yang terpancar dari berbagai bentukan alam seperti bukit, lembah, gunung, pantai, dan lain sebagainya. Di samping itu, alam juga menyimpan misteri mengapa dia bisa bergejolak menyebabkan berbagai bencana seperti letusan gunung api, banjir, gempa bumi, dan juga bencana alam lainnya. Pertanyaannya, bagaimana alam bisa mengisyaratkan keindahan akan bentukkan luarnya namun menyimpan bencana dari dalam isinya?

Beralih ke zaman yang lebih modern, dimana populasi manusia semakin meningkat sehingga kebutuhan energi pun juga akan ikut meningkat. Tidak dapat dipungkiri, manusia sangat bergantung pada energi dari alam. Tanpa energi dari alam, bisa dibayangkan bagaimana kehidupan berlangsung. Tidak akan ada teknologi tanpa energi. Tidak ada peradaban tanpa perkembangan teknologi. Yang tersisa hanyalah suatu peradaban yang jalan di tempat. Pertanyaannya, bagaimana kita bisa mencari sumber energi baru dan bagaimana kita bisa mengoptimalkan sumber energi yang sudah ada?

Semua pertanyaan itu bisa terjawab dengan satu ilmu, yaitu Geologi!

Apa sih geologi itu? Geologi merupakan kelompok ilmu yang mempelajari Bumi secara menyeluruh baik pembentukan, komposisi, sejarah dan proses-proses alam yang telah dan sedang berlangsung sehingga menjadikan muka bumi seperti saat ini. Dengan kata lain, hampir semua yang ada di bumi ini sejak bumi tercipta hingga saat ini dipelajari pada ilmu geologi. Bahkan sesuai perkembangannya, geologi bisa juga mempelajari tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa mendatang. Hal tersebut menjadikan geologi ini menjadi ilmu dasar yang dapat dihubungkan dengan berbagai aspek keilmuan lain untuk menguak seluruh tabir misteri yang ada di bumi ini secara lebih relevan. Bagan  hubungan antara geologi dengan ilmu dasar lainnya adalah sebagai berikut :

Geologi dan Ilmu dasar Lainnya
Geologi dan Ilmu dasar Lainnya
Dari bagan tersebut dapat dilihat bahwa geologi berada di puncak keilmuan yang dapat dihubungkan dengan ilmu dasar lain, yaitu fisika, kimia, dan biologi. Ilmu geologi yang dihubungkan dengan aspek kimia membentuk ilmu turunan yang disebut geokimia. Ilmu geologi yang dibarengi dengan ilmu fisika disebut geofisika. Sedangkan ilmu geologi yang diiringi dengan ilmu biologi dinamakan paleontologi. Kesemua ilmu tersebut dapat digabungkan dengan turunan ilmu geologi lain untuk bisa memecahkan seluruh peristiwa yang bisa terjadi di Bumi ini karena seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa geologi mempelajari Bumi sebagai obyek utamanya.

Oke, mari kita belajar tentang Bumi.

Bumi merupakan planet ketiga dalam tata surya kita yang dikenal sebagai Galaksi Bima Sakti dengan matahari sebagai poros utamanya. Bersama Planet Merkurius, Venus, dan Mars, Bumi termasuk Planet Dalam. Sedangkan Planet Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus tergolong Planet Luar. Kedua golongan planet tersebut dipisahkan oleh sabuk asteroid yang terletak di antara Planet Mars dan Planet Jupiter. Bumi ini sampai saat ini masih diyakini sebagai satu-satunya planet di tata surya ini yang dihuni oleh makhluk hidup. Bumi ini juga dikelilingi oleh satelit yang dikenal dengan sebutan Bulan.

Karena tulisan ini lebih ditekankan pada sisi geologinya, maka kita akan lebih mendalami mengenai apa saja yang terdapat di dalam bumi, atau yang lebih dikenal dengan istilah struktur dalam bumi. Bumi berbentuk relatif seperti bola meskipun pada kenyataannya tidak berbentuk bulat sempurna. Bumi tersusun dari berbagai bagian di dalamnya. Secara garis besar susunan tersebut terdiri dari inti bumi (core), selubung bumi (mantle), dan kerak bumi (crust). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Struktur dalam Bumi
Struktur dalam Bumi
Yang pertama kita bahas adalah inti bumi, bagian terdalam dari bumi. Inti bumi tersusun oleh dua unsur utama yaitu Ni dan Fe. Inti bumi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu inti luar dan inti berdasarkan karakteristik fisiknya. Inti dalam merupakan bagian inti yang padat. Bagian ini memiliki suhu dan tekanan yang sangat tinggi. Sebaliknya, inti luar berada pada fasa cair dengan tekanan yang cenderung lebih rendah dari inti dalam. Letak inti bumi berada pada pusat bumi yaitu pada kedalaman sekitar 7000 km.

Yang kedua adalah selubung bumi. Tidak seperti inti bumi yang dibedakan berdasarkan komposisinya, selubung bumi dibedakan berdasarkan perbedaan kekuatan batuan (rock strength). Selubung bumi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu mesosfir, astenosfir, dan litosfir. Mesosfir terletak antara 2883 – 350 km yang berbentuk padat dengan tekanan dan suhu yang tinggi. Astenosfir terletak pada kedalaman 350 – 100 km dengan suhu dan tekanan yang hampir seimbang dan mendekati titik  lebur. Bagian ini bersifat lebih liquid  sehingga dapat mengalir dan sangat mudah terdeformasi. Sedangkan litosfir terletak pada kedalaman kurang daro 100 km yang cenderung lebih dingin, kuat, dan kaku dibandingkan dengan bagian lainnya.

Yang ketiga adalah kerak bumi. Kerak ini tersusun atas dua bagian, yaitu kerak samudra dan kerak benua. Kerak samudra merupakan bagian yang tipis yaitu hanya sekitar 5 km, namun pada beberapa bagian ada yang mencapai tebal 15 km. komposisi utamanya adalah Si dan Mg yang cenderung bersifat basaltik. Sedangkan kerak benua memiliki ketebalan antar 30 – 80 km dengan komposisi utama berupa Si dan Al yang bersifat granitik.

Semua bagian di dalam bumi tidaklah statis. Mereka bergerak secara dinamis sehingga memicu terjadinya suatu aktivitas di dalam bumi yang kemudian dapat kita rasakan di permukaan bumi ini. Begitu pula dengan pertanyaan di awal tadi yang belum sempat dijelaskan secara lebih detail. Hal-hal tersebut akan dijelaskan lagi pada tulisan-tulisan selanjutnya. So, stay tuned on me!

Ada pertanyaan? Tulis di kolom komentar. Terima kasih.